Wety Yuningsih adalah seorang guru Biologi SMA yang ingin berbagi bagaimana mengajar Biologi yang menyenangkan, berbagi materi Biologi, video pembelajaran lengkap kelas 10 sampai 12, RPP HOTS, RPP daring, LKPD, pembahasan soal- soal Biologi.
Get link
Facebook
X
Pinterest
Email
Other Apps
LKPD Asal, Bentuk dan Reproduksi Virus dengan Soal Analisis Kasus
Kegiatan 1
Setiap siswa menyimak dan membuat rangkuman 1 paragraf video dibawah ini
📺 Asal, Bentuk dan Struktur Virus
Reproduksi Virus
Kegiatan 2
Berdiskusi berempat
Kelompok 1
📘 Stimulus Bacaan
Virus merupakan agen infeksius yang hanya dapat bereplikasi di dalam sel hidup. Dua mekanisme utama yang digunakan oleh virus untuk menggandakan diri adalah daur litik dan daur lisogenik. Pada daur litik, virus segera mengambil alih metabolisme sel inang untuk menghasilkan komponen virus baru. Setelah terbentuk, partikel virus baru akan menyebabkan lisis, yaitu pecahnya sel inang sehingga virus-virus baru dapat keluar dan menginfeksi sel lain. Contoh virus yang bereplikasi melalui daur litik adalah bakteriofag T4 yang menginfeksi bakteri Escherichia coli.
Sebaliknya, pada daur lisogenik, virus tidak langsung menghancurkan sel inang. Materi genetik virus (biasanya DNA) menyatu dengan DNA inang dan menjadi bagian dari kromosom sel tersebut, membentuk profag. Dalam keadaan ini, virus “tersembunyi” dan bereplikasi bersama DNA inang setiap kali sel membelah. Faktor lingkungan seperti radiasi ultraviolet atau zat kimia tertentu dapat memicu profag untuk keluar dari DNA inang dan memasuki fase litik. Mekanisme ini memberi keuntungan bagi virus karena dapat bertahan lama tanpa terdeteksi oleh sistem pertahanan inang.
Fenomena perubahan dari lisogenik ke litik ini juga menjadi dasar pemahaman ilmuwan terhadap bagaimana virus tertentu dapat berubah dari keadaan dorman menjadi aktif, seperti pada virus herpes atau HIV yang dapat mengalami fase laten sebelum menyebabkan gejala penyakit.
Jelaskan secara mendalam bagaimana keseimbangan antara daur litik dan daur lisogenik dapat memengaruhi dinamika populasi virus dan kelangsungan hidup inang, serta analisislah kondisi lingkungan yang dapat memicu perubahan dari fase lisogenik ke litik!
Kelompok 2 dan 3
Stimulus (±230 kata)
Virus adalah entitas subseluler yang tersusun minimal dari genom (DNA atau RNA) dan kapsid protein yang melindunginya. Kompleks genom–kapsid disebut nukleokapsid. Banyak virus memiliki selubung lipid (envelope) yang berasal dari membran sel inang dan dipasangi glikoprotein (spike) untuk menempel pada reseptor sel target, sedangkan virus tanpa envelope (non-enveloped) hanya bergantung pada kapsid untuk masuk. Bentuk kapsid umum meliputi ikosahedral, heliks, dan kompleks (mis. bakteriofag). Genom bisa beruntai tunggal/dua (ss/ds), berpolaritas (+) atau (−), serta tersegmentasi atau tidak; variasi ini menentukan kebutuhan enzim, lokasi replikasi (sitoplasma vs nukleus), dan laju evolusi. Virus RNA sering membawa/mengekspresikan RNA-dependent RNA polymerase (RdRp) dan bermutasi lebih cepat daripada virus DNA. Struktur tertentu—tegumen pada herpesvirus atau protein matriks—mengatur perakitan dan pelepasan virion (budding vs lisis). Stabilitas lingkungan sangat dipengaruhi envelope: virus ber-envelope rentan terhadap pelarut lipid, deterjen, dan suhu tinggi; virus non-envelope lebih tahan kering, asam, dan disinfektan tertentu. Interaksi spike–reseptor menentukan tropisme jaringan dan patogenesis, sekaligus menjadi target antibodi netralisasi dan uji diagnostik antigen. Segmentasi genom memungkinkan reassortment (pertukaran segmen antar galur), yang dapat memicu perubahan antigenik besar (antigenic shift), berbeda dengan drift yang terjadi lewat akumulasi mutasi titik. Pemahaman hubungan struktur–fungsi ini kunci untuk memprediksi rute penularan, ketahanan di lingkungan, pilihan disinfeksi, desain vaksin/antivirus, dan strategi diagnostik (RT-PCR, uji antigen, atau kultur).
Soal Analisis (Uraian Sulit)
Di sebuah bangsal, terjadi wabah oleh dua virus hipotetik:
Virus A: non-enveloped, kapsid ikosahedral, genom dsRNA tersegmentasi, replikasi di sitoplasma.
Virus B: enveloped, genom (−)ssRNA non-segmentasi, membawa RdRp, keluar lewat budding dari membran plasma.
Meskipun rumah sakit telah meningkatkan penggunaan hand sanitizer berbasis alkohol, kasus Virus A tetap tinggi. Analisislah (terintegrasi, bukan poin terpisah):
Mengapa Virus A lebih persisten pada permukaan dan kurang terpengaruh sanitizer dibanding Virus B?
Prediksikan potensi perubahan antigenik (drift vs shift) pada masing-masing virus dan implikasinya bagi vaksinasi.
Rekomendasikan kombinasi kebijakan kontrol infeksi dan disinfektan yang lebih tepat untuk menekan kedua virus.
Usulkan pendekatan diagnostik molekuler/antigenik yang paling rasional untuk masing-masing, beserta justifikasi strukturalnya.
Virus adalah entitas subseluler yang materi genetiknya (DNA atau RNA; untai tunggal/ganda; utuh atau tersusun segmen) dikemas dalam kapsid protein, kadang diselubungi membran lipid (envelope). Bentuk morfologinya beragam: helikal (mis. filamen), ikosahedral (simetri 20 sisi), kompleks (mis. bakteriofag berekor), hingga pleomorfik pada virus ber-selubung. Ukuran berkisar ±20–300 nm, namun “giant viruses” (mis. Mimivirus/Pandoravirus) mendekati ukuran bakteri kecil dan membawa gen untuk fungsi yang dahulu dianggap khusus sel.
Tiga hipotesis asal-usul virus diajukan. (1) Regressive/degenerasi: virus berevolusi dari sel parasit yang mengalami penyederhanaan ekstrem, didukung oleh temuan virus raksasa yang menyimpan gen metabolik parsial. (2) Progresif/escape: virus berasal dari unsur genetik seluler (transposon/retrotransposon) yang “melarikan diri”, relevan pada virus RNA-retro yang memanfaatkan enzim transkriptase balik mirip elemen SINE/LINE. (3) Virus-first: virus muncul sebelum selularisasi penuh di “dunia prasejarah RNA”, memosisikan virus sebagai pemain awal replikasi sederhana. Keragaman bentuk mencerminkan adaptasi terhadap rute penularan dan inang: virus tanpa selubung cenderung lebih tahan terhadap pengeringan/deterjen (stabil di lingkungan), sedangkan virus berselubung lebih labil namun unggul dalam menghindari imun dengan glikoprotein fusi. Evolusi virus didorong oleh laju mutasi tinggi (khususnya RNA), rekombinasi/reshuffling genom tersisah (segmented), serta alih-gen horizontal antarinang. Dengan demikian, asal-usul dan bentuk saling memengaruhi melalui tekanan seleksi ekologis, kisaran inang, dan strategi replikasi.
Soal Analisis (Uraian Sulit)
Sebuah wabah penyakit pernapasan muncul di kota pesisir kering-berangin. Sampel klinis menunjukkan: (a) partikel lipid-sensitif hancur oleh eter; (b) virion berbentuk pleomorfik, berdiameter bervariasi 80–140 nm; (c) genom RNA untai tunggal bersegmen; (d) lonjakan antigenik musiman cepat; (e) bukti rekombinasi antar-linier saat koinfeksi.
Analisislah struktur (selubung/kapsid, bentuk) dan stabilitas lingkungan virus ini serta implikasinya pada rute penularan & pencegahan.
Dari tiga hipotesis asal-usul virus, mana yang paling kuat menjelaskan karakter tersebut? Berikan argumen berbasis fitur genom/protein.
Prediksikan konsekuensi evolusioner jangka pendek terhadap desain vaksin dan surveillance genomik.
Di laboratorium, kultur Escherichia coli (5×10⁶ sel/mL) diinokulasi dengan bakteriofag T4 pada multiplicity of infection (MOI) = 2. Selama 60 menit, sampel diambil tiap 15 menit, kemudian dilakukan pengukuran plaque-forming units (PFU/mL) tanpa perlakuan lisis kimia. Data ringkas: t₀ = 1×10⁵; 15′ = 1×10⁵; 30′ = 1×10⁵; 45′ = 1×10⁷; 60′ = 1×10⁸. Peneliti juga menambahkan kloramfenikol (inhibitor sintesis protein) pada kultur paralel pada menit ke-10 setelah infeksi. Pada kultur dengan kloramfenikol, PFU tidak meningkat sampai menit ke-60. Mikroskopi fase kontras menunjukkan penurunan cepat densitas bakteri viabel pada menit ke-45–60 pada kultur tanpa inhibitor. Seorang mahasiswa menduga bahwa pada menit 0–30 terjadi fase “eclipse” (PFU terdeteksi rendah karena virion belum dirakit), diikuti perakitan dan lisis masal setelah menit ke-45. Ia juga menduga gen “lysozyme” faga memegang peran kunci pada pelepasan virion. Di sisi lain, kultur E. coli yang membawa mutasi pada gen reseptor permukaan (reseptor faga) memperlihatkan tidak adanya infeksi produktif (PFU tetap ~10⁵ hingga 60′). Tim ingin menghitung burst size, menguji hipotesis titik kendali (rate-limiting step) siklus litik pada kondisi ini, serta merancang intervensi untuk menurunkan risiko lisis pada proses fermentasi yang bergantung pada E. coli rekombinan.
Soal Uraian (Analisis)
a) Gunakan data PFU dan parameter MOI untuk mengestimasi burst size T4 pada kultur tanpa inhibitor. Jelaskan asumsi yang Anda pakai.
b) Berdasarkan profil waktu PFU, tentukan fase siklus litik pada tiap interval dan jelaskan apa yang menjadi rate-limiting step pada percobaan ini.
c) Prediksi dampak: (i) penambahan kloramfenikol pada menit ke-10, (ii) mutasi gen lysozyme faga, (iii) mutasi reseptor bakteri—terhadap kurva PFU dan mengapa.
d) Usulkan dua intervensi terukur untuk meminimalkan lisis pada lini produksi (selain sterilisasi total), sertakan rasional biologisnya.
Pada fag temperen seperti λ (lambda), infeksi tidak selalu berakhir dengan lisis cepat. Setelah DNA fag masuk ke sel bakteri, ia dapat memilih jalur lisogenik: genom fag berintegrasi ke kromosom inang sebagai profag melalui rekombinasi spesifik situs (mis. antara attP fag dan attB bakteri). Dalam keadaan ini, ekspresi gen fag ditekan oleh protein represor (mis. CI), yang menghambat gen lisis dan replikasi. Bakteri yang membawa profag disebut lisogen; ia bereplikasi normal sambil menyalin profag ke keturunannya, sehingga informasi genetik fag dilestarikan tanpa membunuh inang. Keuntungan strategi ini adalah keberlanjutan dalam lingkungan miskin inang atau ketika kondisi tidak mendukung replikasi cepat. Namun, lisogeni bersifat kondisional: kerusakan DNA inang (mis. UV, stres oksidatif, beberapa antibiotik yang memicu respons SOS/RecA) dapat menginaktivasi represor, memicu induksi—profag dieksisi, memasuki siklus litik, mengekspresikan gen struktur dan lisis, kemudian membebaskan virion baru. Lisogeni juga dapat membawa konsekuensi evolusioner dan klinis: profag dapat memasukkan gen faktor virulensi atau toksin (lisogenik konversi), mengubah fenotipe patogen. Dengan demikian, keputusan molekuler antara lisogeni vs litik bergantung pada jaringan regulasi (CI–Cro pada λ), status fisiologis inang, dan sinyal stres lingkungan; keputusan ini mengoptimalkan kelangsungan hidup fag pada skala populasi dan waktu.
Soal Analisis (Uraian Sulit)
Bayangkan populasi bakteri komensal usus yang banyak membawa profag. Lingkungan kemudian mengalami dua perubahan berurutan: (1) kelangkaan nutrisi sedang selama 24 jam, diikuti (2) terapi antibiotik DNA-damaging dosis rendah selama 12 jam.
a) Jelaskan, berbasis regulasi molekuler (mis. CI–Cro/Respon SOS), bagaimana keseimbangan lisogeni↔litik kemungkinan bergeser pada fase (1) dan (2).
b) Analisis dampak jangka pendek dan panjang terhadap: kepadatan bakteri, dinamika fag (produksi virion), risiko pelepasan faktor virulensi, serta peluang munculnya resistansi. Berikan argumen mekanistik dan, bila perlu, sketsa kurva konseptual (teks) untuk mendukung.
Comments
Post a Comment
Silahkan berkomemtar sesuai dengan topik artikel yang di bahas. Tidak boleh memasang link.